Rabu, 16 April 2008

Bukan Untuk Pandangan Pertama

Lorong rumah sakit begitu mengerikan pada malam hari dan rumah sakit ini terlalu luas sehingga Mia menjadi bingung mencari jalan kembali ke kamarnya. Sudah dua hari ia berada di rumah sakit ini tapi tetap saja ia sulit beradaptasi di sana. Ia harus mengadakan terapi rutin untuk kakinya yang lumpuh. Ya, saat ini ia tengah tersesat di rumah sakit yang luas itu.

Tangannya telah lelah mendorong kursi rodanya maka ia pun terhenti sejenak, selang beberapa waktu terdengar dentingan piano dari sebuah ruangan. Mia menghampiri ruangan itu, pintunya tak terkunci dan terlihat seorang pria yang mengenakan pakaian dokter di ruangan itu. Rupanya ia yang memainkan piano.

Tanpa terasa waktu telah berjalan, hari sudah semakin kelam. Dokter itu menghentikan permainan pianonya dan menatap kepada Mia, tentu saja hal itu membuat Mia gugup. Pria itu menatap dengan mata yang begitu tajam namun membawa sejuta damai di hatinya. Pria itu tersenyum kepada Mia dan mulai berbicara

“ apa kau sudah lama ada di situ?”Tanya pria itu kepada Mia yang berada di depan pintu. mendengar pertanyaan itu Mia menganggukkan kepalanya

“Maaf, tadi…tadi saya tidak sengaja ka…..karena …” Mia benar-benar merasa nervous berbicara dengan dokter itu dan tak tau apa yang harus di jawab olehnya apalagi pria itu beranjak dari tempat duduknya dan mengahampiri Mia

“Kenapa kau ada disini?” Tanya dokter yang baru pertama ia lihat semenjak ia masuk rumah sakit.

“ Maaf saya tersesat, saya belum hapal jalan di dalam rumah sakit ini”

“sudah larut malam, saya antar kamu ke kamar.”

“selamat malam , kau harus istirahat yang cukup! Dan ingat, kamu tidak boleh jalan-jalan sendirian.” Dokter itu mengangkat Mia dan meletakkannya di tempat tidur.

“terima kasih dokter.” Ucap Mia

“ dokter, kenapa di rumah sakit ini ada piano?” Tanya Mia

“ sebenarnya itu peninggalan Mr. Edward, salah satu pendiri rumah sakit ini. Sejak beliau meninggal piano itu sudah tidak terpakai lagi. dulu bila sedang istirahat, saya sering menghabiskan waktu di sana. Saya minta maaf karena tadi saya lupa menutup pintunya, sehingga kamu merasa terganggu”

“Tidak dok, sama sekali saya tidak tergangu, justru saya berterima kasih karena sebenarnya saya tersesat”sebenarnya Mia merasa malu sekali telah merepotkan dokter muda itu.

Dokter itu lalu membalikkan badan bergegas untuk meningagalkan ruang kamar Mia namun setelah sampai di depan pintu dokter Divon membalikkan badan

“ Oh, ya..” ujar dokter Divon seakan ada yang terlupa, “ bila kau perlu sesuatu pencet bel itu, nanti suster jaga akan datang” kata dokter Divon sambil menunjuk tombol yang terdapat di samping tempat tidur.

“Terima kasih dokter Divon”

“ kamu tau nama saya?” Tanya dokter Divon yang terkejut bangga

“ ya.. tertera di pin anda.”

“ya ampun pin ini ya?, saya pikir, saya terkenal ! . baiklah selamat istirahat Mia” seru dokter itu dengan tersenyum geli.

“ lho.. kok dokter tau nama saya?” sekarang gantian Mia yang di buat bingung

“mudah saja, saya ini kan seorang dokter wajar bila mengenal calon pasiennya”, “apa? Calon pasien?” Tanya Mia, dokter itu hanya tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan mia yang masih penuh tanda tanya.

Sinar matahari menyeruak masuk dari sela-sela tirai jendela yang tidak tertutup rapat. Sinar yang mulai menghangati rungan itu membangunkan Mia.Di meja tampak sebuah bingkisan dengan note kecil di atasnya, dari val, temannya di sekolah,TEMMAANN?? yyya...setidaknya untuk beberapa bulan terakhir. Harus diakuai val telah banyak membantunya, semenjak ia mengalami kecelakaan dan sampai sekarang val sering membawakan catatan dan mekanan untuknya,,,yyaa walau terkadang melihat wajah angkuhnya sering membuat mia jengkel sampai keubun-ubun.

Sesaat kemudian suster datang untuk membantu Mia duduk di kursi rodanya. Pemandangan di luar jendela begitu indah. Sebuah taman kecil dengan bunga-bunga berwarna-warni yang tertata rapih dan terawat. Benar-benar rumah sakit yang mewah, setidaknya itulah pendapat Mia.

Sudah satu bulan kaki Mia lumpuh, semenjak kecelakaan yang terjadi padanya di Gunung Bromo ketika ia dan kawan-kawan dari Klub Pecinta Alam SMU Kickers 1 mengadakan Hiking disana. Mia sadar kalau ayahnya itu orang yang sangat sibuk, apalagi semenjak ibunya meninggal, ayah seperti tidak memiliki waktu untuk Mia. Ia juga merasa tidak betah bila harus berada di rumah dan harus melihat ibu tirinya. Makanya Mia memutuskan untuk ikut banyak kegiatan untuk mengusir kejenuhannya.

Sebenarnya ia tidak lumpuh total, menurut dokter tulang kering pada kaki kanan retak, baru setelah satu bulan gips kakinya boleh di buka. Tapi setelah gips di buka ia tetap tidak bisa langsung berjalan melainkan harus mengikuti program terapi, dan itulah yang ia lakukan selama satu minggu di Rumah Sakit ini. Sebenarnya tidak perlu sampai dirawat, Ini hanya akal-akalan papi saja karena takut direpotkan orang lumpuh sepertiku.itulah yang ada di pikiran Mia saat di bawa ke rumah sakit ini.

Di luar jendela mia melihat dokter Divon. Matanya tak berkedip dan terus tersenyum penuh kekaguman. Dokter divon memasuki sebuah ruangan yang letaknya bersebrangan dengan kamar Mia. Tampaknya ruangan itu bukan kamar rawat karena ukurannya lebih kecil dengan 4 jendela kecil tertutup gorden berwarna biru muda.

Pengamatan Mia berakhir tanpa sempat tahu untuk apa dokter divon ke ruangan itu, karena suster telah menyuruhnya bersiap menuju ruang terapi. Suster itu mendorong kursi roda Mia.

“ Suster ruangan yang berada di seberang kamar saya itu, tempat apa?”

“ Ruangan? Oh… itu tempat penyimpanan arsip-arsip pasien”

“ Apa semua karyawan boleh masuk ke sana?”

“ Ya, boleh. Tapi harus izin terlebih dahulu”

“ Termasuk dokter?”

“Ya, tapi jarang ada dokter yang masuk ke sana karena kebanyakan dokter tidak terlalu mau tahu dengan hal pribadi pasiennya. Kenapa menanyakan hal itu?”

“tidak, hanya ingin tahu saja”

“oh ya,ini hari pertama kamu di terapi dengan pengganti sementara dokter winar, mudah-mudahan Mia dapat cepat beradaptasi”

“ ya, terimakasih sus, saya sudah mengetahui itu dari suster jaga, kemarin.”

Nafas Mia terasa sesak, bermacam-macam pertanyaan menyeruak dari pikirannya. Benarkah ia tidak bermiapi?, dokter muda yang semalam ia temui kini ada di hadapannya lagi. Dan kini dokter itu adalah dokter yang akan merawatnya.

“Apa kabar?” sapa dokter itu dengan ramah

“ tidak ada yang lebih baik dari ini sebelumnya, dok!”

“ benarkah?” dokter itu tertawa kecil, giginya yang putih dan rapih semakin menambah pesona di hati mia.

Dokter Divon pun memulai terapi, pada dasarnya hanya terapi kecil dan menurut Mia itu sudah sering dilakukan oleh dokter winar namun karena kali ini yang melakukannya dokter divon, Mia pun melakukan apapun yang diperintahkan dokter itu dengan serius (serius menatap dokter maksudnya..).

“dokter, boleh saya bertanya ?” ujar Mia seusai terapinya

“ ya, tentu! Apa yang akan kau tanyakan?”

“kenapa tadi...”belum rampung pertanyaan Mia tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Seorang suster masuk ke dalam ruangan. Suster itu mendekati dokter yang berada di belakang meja kerjanya. Suster itu berbicara pada dokter namun tak jelas apa yang dikatakan suster itu.

“Maaf ya, sepertinya ada pasien lain yang menunggu saya”

“baik dok, terimakasih” Mia memutar kursi rodanya kembali ke kamarnya.

Ini hari keenam mia dirawat oleh dokter divon. Seperti biasa Mia baru saja selesai terapi, namun kini ia telah menggunakan tongkat dan bukan kursi roda lagi.

Dokter itu membantu Mia duduk di kursi, dari belakang mejanya dokter itu berkata pada Mia

“ saya punya kabar gembira untukmu”

“benarkah dok, apa itu? Mudah-mudahan kabar itu tidak sampai membuat saya pingsan” mendengar kata-kata Mia dokter itu tertawa.

“tentu tidak, besok kamu sudah dapat berkumpul lagi dengan keluargamu”

“dengan keluarga? Maksud dokter saya sudah boleh pulang”

“ya, begitulah”

“tapi kenapa?” tanya Mia kecewa

“lho, apa kamu tidak suka mendengarnya?”

“bukan begitu,tapi.....”

“kamu butuh suasana yang lebih segar, itu baik untuk mempercepat kesembuhanmu, suasana di rumah sakit ini kurang memotivasi kamu untuk cepat sembuh”

justru disini aku malah termotivasi....” batin mia

“lalu bagaimana dengan perawatan saya dok?”

“tidak usah khawatir, kamu cukup melakukan perawatan jalan dan teratur minum obat atau bisa juga menggunakan suster. Hal itu juga sudah saya bicarakan hal itu dengan orang tua mu dan beliau setuju menggunakan suster”

tentu saja papi lebih setuju menggunakan suster, papi tidak akan sudi repot karenaku. Itu juga alasanku bisa sampai terdampar di rumah sakit ini walau begitu aku justru sekarang lebih memilih berada di rumah sakit ini lebih lama. Ah, kenapa sih papi gak pernah bisa ngertiin aku?, benar-benar menyebalkan. Ups, kenapa aku berpikir seperti itu sih? Kayanya aku nggak mau ninggalin rumah sakit ini, atau Jangan-jangan... aku jatuh cinta dengan dokter ini...???

“ Baiklah Mia besok adalah terapi terakhirmu di sini”

“ng.. terimakasih dok. Tapi apa boleh kalau sekali-kali saya main ke rumah sakit ini dok?”

“ tentu saja, bukankah ini rumah sakit umum” dokter itu tertawa kecil. Ya, dia memang pantas menertawakan kebodohanku. Kenapa bisa-bisanya aku mempertanyakan hal bodoh itu.

“ Tapi kamu tidak berpikir untuk datang dengan kaki yang patah lagi kan?”ujar dokter divon bergurau.

“saya rasa bila dokternya itu anda maka akan banyak orang yang patah tulang yang datang ke rumah sakit ini” dokter divon menggelengkan kepala dan lagi-lagi tertawa. STRIKE! teriak Mia dalam hati.

“wah, saya tidak tahu apakah saya harus tersanjung mendengarnya” dokter itu tersenyum lagi

“Baiklah sudah saatnya kamu kembali kekamarmu” kata-kata itu merupakan isyarat ia harus segera keluar dari ruangan itu.

Keesokan paginya Mia mengetuk pintu ruang terapi. Dari dalam terdengar jawaban namun tidak terdengar seperti biasa, suara dari dalam ruangan itu terdengar lebih berat. Mia membuka pintunya dan segera masuk ke dalam ruangan

“selamat pagi dok.......” kata-kata Mia terputus, ia seakan tidak percaya dengan penglihatannya itu.

“selamat pagi Mia. Wah, tampaknya keadaanmu semakin membaik. Ini hari terakhirmu terapi di rumah sakit ini kan? Saya sudah mendengar laporan medismu dari dokter Divon”

“Dokter sudah kembali, lalu dokter Divon?”

“karena dokter Divon bukan dokter tetap di rumah sakit ini maka ia hanya kesini bila ada tugas saja”.

Jawaban dokter itu benar-benar membuat Mia kecewa. Padahal rencananya ia akan berpamitan dengan dokter Divon sebelum ia meninggalkan rumah sakit ini tapi justru dokter Divon yang lebih dulu pergi.


Setelah pulang dari rumah sakit Mia memutuskan untuk kembali sekolah. Awalnya ia merasa malu karena ia masih harus menggunakan tongkat ke sekolah namun untunglah semua teman-temannya menyambutnya dengan hangat walau sesekali tetap saja ada celetukkan yang tidak enak.

Kegiatan sekolah benar-benar membuat Mia kerepotan. Ia harus mengejar banyak pelajaran yang sempat tertinggal.

Ruri sahabatnya banyak sekali membantunya bahkan Ruri sampai membuatkan catatan untuknya selama ia tidak masuk. Tindakkan Ruri sih tidak terlalu aneh, karena pada dasarnya ia memang sangat baik. Yang aneh adalah perlakuan Val terhadap Mia. Ia jadi sangat perhatian terhadap Mia. Bahkan semenjak Mia di rumah sakit Val sering menjenguk dan membawakan sesuatu untuknya. MENAKJUBKAN! Mungkin itu adalah kata-kata yang tepat untuk melukiskan semua kejadian itu. Bagaimana tidak, sebelumnya mereka jarang sekali bertegur sapa walau mereka adalah satu tim dalam klub pecinta alam.

“Met’ pagi Miaku cayang” sapa Ruri dengan nada manja

“pagi oma Ruri “ balas mia pada Ruri yang selalu memakai kaca mata mkamurot sampai ke ujung hidung, bukan karena lagi trend !!tapi karena hidung Ruri yang kelewat pesek.

“ya.. kamu mi, disapa baik-baik kok malah ngejek” ujar Ruri merenggut

“Iya deh, Ruri ku yang cuaaantik” rayu Mia sambil mencubit pipi Ruri yang tembem. Tengah asik bercanda tiba-tiba ruri menyikut Mia

“auch!” teriak Mia,” apa-apaan sih, sakit nich” protes Mia. Tapi ruri malah memberi tanda pada Mia dengan matanya.

“ Ada apaan sih “ dengan segera Mia mengikuti arah mata ruri. Ia membalikkan punggungnya.

“BUGHH” Mia menubruk badan seseorang

“aduh! Sory.. sory gak sengaja ini gara-gara si ru...” kata-kata Mia terputus ketika ia melihat sosok yang ada di depannya, Val.

“ Waduh, pagi-pagi kok udah ada insiden. Jangan-jangan ini pertanda kalo sebentar lagi bakal ada perang” mendengar celetukkan ruri, Mia segera berbalik dan mencubit ruri sampai temannya itu meringis dan mengusap-usap bekas cubitan Mia.

“jangan sadis dong! aku cuma bercanda kok”ujar ruri dengan manyunnya yang khas . Dengan segera ia berbalik kearah Val.

“ Maaf ya, val”

Val berlalu melewati mia tanpa reaksi sedikitpun, seakan-akan tidak mendengar permintaan maaf Mia. Ia pun menaruh tasnya dan duduk di bangkunya. Sikapnya itu tentu saja membuat Mia jengkel. Ia mengira kalau hubungannya dengan val sudah membaik karena semenjak Mia di rumah sakit Val sangat ramah dengannya, tapi kenapa sekarang menjadi dingin lagi terhadapnya. Apa val benar-benar marah karena ia menabraknya tadi.

Ketika mia hendak menanyakannya tiba-tiba bel berbunyi, ia pun mengurungkan niatnya itu.

“ mi!” tegur ruri setengah berbisik di tengah pelajaran matematika.

“apa?” tanya mia dengan ketus

“masih marah gara-gara kejadian tadi pagi, ya?”

“ nggak” jawab mia lagi-lagi dengan nada ketus. Ia melirik ke arah val, cowok itu dengan serius memperhatikan pelajaran. Ia memang pintar, walau begitu ia bukan anak kutu buku. Val ikut ekskul yang sama dengan Mia di pecinta alam. Ia termasuk orang yang kuat dalam olah raga, ganteng, banyak cewek yang suka, “entah apa yang dilihat para cewek itu dari pria angkuh macam dia”,pikir mia, dan ia juga yang telah menolong mia ketika jatuh dari tebing yang menyebabkan kakinya patah, setidaknya itu cukup membuat mia hutang budi padanya.

Ng, kalau dilihat-lihat sepertinya val mirip seseorang, tapi siapa?. Ah, tapi kenapa jadi melamun seperti ini. Baru saja mia tersadar dari lamunannya tiba-tiba ada yang mencubitnya dengan keras.

“ADAOW,,, apa-apaan sih. Nggak bisa liat orang ngelamun, apa?” mia benar-benar geram pada ruri.

“itu.. bukan aku!!” sanggah ruri dengan suara tertahan

“kalo bukan kamu trus siapa?” tanya mia dengan suara tertahan.

“itu..” ruri menunjuk ke belakang mia. Dengan reflek mia langsung menengok ke belakang dan...

“ o o..ow” bu sitorus guru matematika sudah berdiri di belakang mia dan seakan-akan telah siap menerjangnya.

“ melamun??!! jadi dari tadi kamu tidak memperhatikan pelajaran ibu ya?” ujar bu sitorus dengan logat bataknya sambil menjewer telinga mia

“ammpun, bu” ujar Mia menahan sakit dan memasang wajah memelas pada guru yang terkenal garang. Ia menyatukan kedua tangannya di depan dada menghiba memohon ampun.

“pagi-pagi sudah melamun,,ah, zangan-zangan kau melamun zorok ya?” ujar bu sitorus

“mph.. ha.. ha..ha..” val tertawa dengan keras diikuti tawa anak-anak yang lain.

“DIAAM!” guru itu menatap val dengan bertolak pinggang

“Apanya yang lucu, ha?” bentak guru itu. Val langsung terdiam tetapi ia masih saja tersenyum-senyum sambil melirik Mia. Melihat val mentertawakannya Mia jadi tambah jengkel terhadap val.

“Iya, apanya yang lucu? Emang aku badut apa?” timpal Mia

“kamu juga diam!!!” bentak guru itu pada Mia

“sekarang juga kamu keluar dan buat semua rumus logaritma sebanyak seratus kali”

“APA?!! SE.. SERATUS, BU?”

“iya, kenapa? Keberatan”

“oh, enggak kok! Seratuskan?”

“IYA! Kerjakan sekarang juga. Sebelum bel kedua harus sudah diserahkan, atau jangan harap kamu bisa ikut pelajaran ibu lagi. MENGERTI?!”

“i.. iya bu! Ngerti banget”

“ya udah, cepet!! Tunggu apalagi. Dan kamu..” guru itu menatap val

“ saya,bu?” tanya val bingung

“iya, kamu! Biang Kerok pula Kau rupanya, ah, kau juga keluar dan bikin rumus logaritma sebanyak lima puluh kali”

“kenapa saya juga kena” protes val. Namun guru itu sama sekali tidak menggubrisnya justru mengusir mereka berdua dari kelas. Akhirnya mereka berdua pun keluar dari kelas.

“ini semua gara-gara kamu pake’ acara bengong segala.” Gerutu val

“lllho? Aku kan ngga’ pernah ngajak kamu! salah sendiri pake ketawa- ketiwi ga’ jelas. Itu namanya kualat sama mia.”

Mereka terus saja berdebat di luar pintu.

“ HEI KALIAN! Kenapa malah buat keributan di sini!?”bentak guru itu di depan pintu, dengan wajah yang garang.

“ MAAF, BU!” ucap mereka berdua serempak. Dengan segera mereka meninggalkan tempat itu lalu menuju perpustakaan.

“duduk di mana ya?” gumam Mia pada dirinya sendiri.

“ ini perpustakaan, bukan restoran!” celetuk val

“ye, nggak usah dibilang juga udah tau”

“ssst! Tolong jangan berisik!” tegur seorang pegawai perpustakaan yang berada di dekat mereka.

“ah, gara-gara dia nih, bu!”ujar val sambil menunjuk hidung Mia

“apaan sih, dari tadi nyalahin mia mulu ” bela Mia sambil menepis tangan val.

“SSSST...” tegur pegawai itu dengan jengkel.

“udah, cepetan. Hukuman mia banyak banget neh.” Mia menarik tangan val dan lekas mencari meja yang kosong. Sebenarnya semua meja itu kosong, karena seluruh siswa memang sedang belajar di kelas. Hanya ada mereka berdua saja yang ada di tempat itu.

“heran...” gumam val

“kenapa?” tanya mia

“kalo deket sama kamu, ada aja masalah yang datang”

“Ha? Oh.. jadi kamu nyalahin mia! Ya udah, lagian siapa juga mau deket-deket sama kamu. Kamu tuh, bisanya Cuma nambah masalah udah gitu ngedumel terus.” Mia bangkit dari duduknya dan segera pindah ke meja yang agak jauhan. Tapi belum ada satu menit mia sudah gelisah. Ia menatap val, tampaknya val sudah mulai menulis.

“aduh gimana,ya?” Mia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ia bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri meja pegawai perpstakaan.

“maaf, bu” sapa Mia dengan ramah

“ada apa?” tanya pegawai itu dengan juteknya.

“ya ampun. Galak amat” batin mia.

”eh, ga jadi deh” mia pergi meninggalkan pegawai itu. Ia lagi-lagi melihat ke arah meja val. Ia ragu apa ia langsung dekati val saja? Tapi nanti dia marah lagi!.

Mia terus saja mondar-mandir. Ia bingung sekali harus bagaimana. Ia berjalan di depan val, tapi val sama sekali tidak memperdulikannya. Berkali-kali ia bolak-balik di depan val tapi sama sekali nggak di gubris.

“hei! Bisa berenti mondar-mandir nggak? Keganggu nih” pada akhirnya val memberikan reaksi juga, walaupun nggak bagus.

“maaf ya, val.”

“apa?” val bertanya dengan nada mengejek

“aku mau, minta maaf sama kamu. Sory ya, val.”

“oke! Tapi please jangan mondar-mandir lagi, pusing ngeliatnya”

“makasih ya, val” ujar mia yang masih terus berdiri di depan val

“udah.. kenapa kamu masih berdiri di situ?” tanya val gusar

“ngg... val!”

“apa?”

“ aku boleh pinjem pulpen? Soalnya aku lupa bawa pulpen”

“akhirnya keliatan juga tujuan sebenernya” sindir val.

“jangan gitu, dong. Aku kan udah minta maaf.”

“oke!” val memberikan pulpen pada mia

“kertasnya juga..”

“ya, ampun. Kamu bener-bener gak niat, ya.”

“ya iyalah...mana ada orang niat di hukum. Kalau pun ada ya, cuma kamu orangnya.” Mia segera mengambil kertas dari tangan val sebelum val kembali marah-marah padanya.

Sudah setengah jam ia mengerjakannya tapi sepertinya pekerjaan itu nggak akan selesai tepat waktu. Ia meletakkan pulpennya dan memijat jarinya yang super pegel. Dari belakang val mengambil pulpen yang tergeletak di meja disusul kemudian mengambil kertas yang ada disampingnya.

“hei! Balikin!!” mia mencoba merampas kembali tapi val mengangkatnya tinggi sehingga mia tidak bisa menggapainya. Tanpa banyak bicara val duduk dan langsung menulis. Astaga! Lagi-lagi hal yang tak terduga dari val.

“ val, nggak usah. Aku bisa ngerjain sendiri kok.”

“bisa tenang, nggak?” tanpa memberikan komentar lagi akhirnya mia mengalah juga.

Val terus menulis dan mia duduk disampingnya. Val memang sulit di mengerti, terkadang dia baik, kadang iseng dan kadang begitu dingin. Mia terus memperhatikan val dengan seksama. Lagi-lagi ia merasa val itu, mirip dengan seseorang tapi ia tak tahu mirip dengan siapa.

“selesai!” val meletakkan pelpennya.

“Kamu harus berterimakasih sama aku, mi.” Lanjut val, namun tidak ada jawaban apapun dari Mia. Tentu saja, karena saat itu mia sudah tertidur dengan lelap di meja.

“ Mi..., ya ampun aku cape-cape nulis, kamu malah tidur” val menatap wajah Mia yang terlelap.

“ Mi, seharusnya kamu tau bagaimana perasanku” ujar val pada dirinya sendiri. Ia terus menatap wajah mia yang tertidur, ga’ seperti mia yang galak yang aku kenal, batin val, tanpa sadar perlahan ia mendekatkan wajahnya ke arah mia.

“hoaaaam...” val menutup mulutnya, tampaknya setelah mengerjakan dua hukuman kini ia benar-benar kelelahan. Melihat mia ia jadi ikut merasa ngantuk, matanya mulai merasa berat. Ia memandang ke arah jam tangannya, masih ada 20 menit, gumamnya dalam hati. Ia meletakkan dua tangannya di atas meja lalu menenggelamkan wajahnya dengan berbantalkan kedua tangannya itu.

beberapa saat kemudian.

“Woy, bangun-bangun!!!!” ruri berteriak-teriak sambil menggebrak-gebrak meja.

“sssst! Tolong jangan berisik” tegur pegawai perpus pada ruri.

“oh, iya.. iya, maaf!”ruri tersipu malu

“gila! Bebel amat. Dasar kebo!” tidak henti-hentinya ruri ngedumel.

“wooy, wake up guys” ruri terus mengguncang badan val dan mia bergantian.

“Aduuuh, ruri, sakit!” Mia mengucek matanya

“ngapain sih kalian berdua tidur di sini” ruri mulai mendakwa Mia.

“berdua?” tanya Mia heran, bukankah val sedang mengerjakan hukumanya. Tapi kenapa ruri bilang berdua?.

“iya, kamu sama val”

“ya ampun sejak kapan dia tidur di sini?” Mia tidak menyangka bila ia dan val tertidur berdampingan.

“maksudmu, val tertidur setelah kamu? Dan itu berarti kamu nyelesain hukuman lebih cepet dari val? Kok bisa?, kan hukumanmu lebih banyak?” sekarang ruri malah bertambah bingung. Pasalnya, Mia itu paling lelet kalo disuruh nulis. Apalagi sampai seratus kali.

“itu.. soalnya..val yang ngerjain” ujar mia sambil menggaruk kupingnya yang jelas-jelas tidak gatal.

“APA?” kali ini ruri shock berat mendengar pernyataan mia.

“sekarang jam berapa?” tanya val yang baru saja terbangun dengan suara parau. Sama sekali Val tidak menunjukkan bila ia terganggu tidurnya. Padahal, tadi ruri sudah mengguncang-guncang tubuhnya.

“jam sembilan” jawab mia santai, pada val. Ruri benar-benar takjub dengan perubahan Mia dan val. Padahal beberapa saat sebelumnya mereka habis bertengkar.

“oh iya, kita harus cepat kembali ke kelas sebelum guru berikutnya masuk.” Ujar ruri seraya menarik tangan mia agar segera keluar dari perpus itu. Namun baru jalan beberapa langkah mia melepaskan pegangan ruri, ia berbalik kearah val.

“terimakasih ya, val. Maaf gara-gara aku kamu jadi kena hukuman. Padahal sebelumnya kamu kan belum pernah di hukum.”

“it’s okey. Itung-itung cari pengalaman.”

“ ha?” dasar sableng, ujar ruri dalam hati.

“ya udahlah, lebih baik kamu balik ke kelas. Dan kertas kamu jangan sampai ketinggalan” val menyerahkan kertas itu pada mia.

Mia dan ruri meninggalkan tempat itu.

“Mia!” panggilan val membuat mia menghentikan langkahnya.

“lain kali kalau kamu sampai di usir dari kelas lagi aku nggak akan mau ikut-ikutan, ingat itu!” teriak val.

“sayang sekali, padahal baru aja aku berniat ngajak kamu lagi!” ujar mia membalas perkataan dari val.

“oh ya, apa kamu nggak mau mengumpulin hukuman?” tanya mia yang heran melihat val masih tak beranjak.

“aku masih ingin disini, nanti aku nyusul” dengan santai val bersandar pada dinding.

Sepulangnya dari sekolah mia mengajak ruri ke rumahnya. Seperti biasa rumah mia sangat sepi seakan tidak berpenghuni. Mereka berdua pun langsung menuju best camp mereka di kamar mia.

“ mi!” ruri memukul bahu mia karena semenjak perjalanan pulang mia lebih banyak melamun.

“kenapa sih, dari tadi aku perhatiin kamu tuh ngelamuun terus.” Lanjutnya.

“aku bingung gimana ceritanya.” Ujar mia

“emang ada masalah apa sih?. Ada sangkut paut sama val, ya?”

“iya. Tadi waktu tertidur di perpus rasanya aku mimpi kalau val menciumku.”

“mimpi?” tanya ruri heran

“aku nggak terlalu yakin sih. Tapi itu rasanya seperti nyata, ri.”

“kenapa kamu bisa ragu itu nyata atau mimpi?”

“soalnya aku masih bisa ngerasain ciumannya itu.”

“tapi kenapa kamu nggak mastiin kalo saat itu kamu nggak mimpi”

“aku nggak kepikiran, ri. Lagi pula saat itu aku lagi ngantuk berat.”

“ah, dasar aja kamu tukang tidur. Masa mimpi atau enggak kamu nggak bisa bedain. Tapi kalo aku rasa itu semua Cuma mimpi, mana mungkin dia berani cium kamu, deketin cw aja dia nggak pernah.”

“mungkin kamu ada benernya juga.” Ujar mia membenarkan perkataan temannya. Walau pun sesungguhnya mia berharap itu bukan sekedar mimpi.

“ Mi, aku mau tanya sama kamu. Sebenarnya dari kamu sendiri naksir val nggak?” tanya ruri dengan serius. Tentu saja itu membuat Mia gelagapan untuk menanggapinya.

“ aku naksir orang dingin kaya val? Nggak janji deh.”

“ jangan gitu, val memang terlihat dingin tapi kalau lagi berdua sama kamu dia jadi beda.”

“apanya yang beda? Tambah jail sih iya.”

“nah, itu dia maksudku. Apa kamu nggak ngerasa kalau val itu cuma jail pas lagi berdua sama kamu, kayanya dia pengen menarik perhatian kamu. Dan apa kamu nggak inget kalau val itu sudah berkali-kali nolongin kamu.”

“ iya, kamu bener. Tapi kan nggak berarti kalau dia naksir aku. Lagipula aku sudah menyukai seseorang” ujar mia dengan muka gembira.

“jadi selama ini, kamu sudah main rahasia-rahasian sama aku?, siapa cowok itu? trus kalian kenalan dimana?”

“ kita kenalan di rumah sakit! Namanya divon, dia dokter yang ngerawat ku”

“dokter.....??” ruri tak dapat menahan kegeliannya.

“kenapa? “

“aku ga nyangka, di saat kamu lagi sakit kamu sempat ngelaba juga. Sama dokter pula!”

“bukan cuma itu, sekarang aku sudah sadar kalau papi sebenarnya hanya ingin yang terbaik untukku.” mia terdiam dan melanjutkan pembicaraannya.

“Awalnya aku berfikir kalau papi tidak ingin di repotkan olehku. Tapi aku sadar kalau apa yang selama ini aku prasangkakan pada papi itu nggak benar. Mami tiriku juga sering menjengukku sewaktu di rumah sakit dan merawatku dengan sabar.” Terpancar kebahagiaan dari wajah mia.

“ wah, wah, sekarang aku jadi tenang.”

“ tenang kenapa?”

“ karena semenjak nyokapmu meninggal lalu bokapmu menikah lagi, kamu berubah menjadi anak yang pemberontak bahkan pas kita masuk SMA kamu malah ikut klub PA. Aku kira aku kehilangan sahabatku yang empat tahun lalu, tapi ternyata sekarang kamu semakin dewasa.” Ruri menghapus air matanya yang jatuh tanpa ia sadari. Mia benar-benar bangga memiliki sahabat seperti ruri yang selalu perhatian terhadapnya.

Ini semua berkat dokter divon yang bukan hanya memberikan terapi secara fisik tapi juga pada batin sehingga kini ia bisa mengambil hikmah di balik semua masalah yang ia hadapi.


Pagi yang cerah untuk mia mengawali week end nya. Ia beranjak dari ranjangnya dan keluar dari kamarnya. Dari atas tampak papi sedang berada di pinggir akuarium dan memberi makan ikan lou han. Setiap libur atau ada waktu senggang papi memang selalu menyempatkan diri merawat ikan kesayangannya itu. Terkadang mia merasa bila dilihat dari atas papinya mirip dengan lou han nya itu, mungkin karena rambutnya yang semakin menipis. Itu mungkin karena belakangan ini papi banyak menghadapi persoalan, salah satunya ya masalahku ini.

“selamat pagi, pi!” sapa mia dengan lembut tapi papinya tidak menjawab sapaannya itu.

“SELAMAT PAGI, PAPI!” sekali lagi mia menyapa tapi dengan nada lebih keras. Dengan sedikit tersentak papi pun membalikkan badanya.

“selamat pagi, sayang! Pagi-pagi kok sudah membuat papi kaget.”

“habis dari tadi papi merhatiin ikan terus” mia mendekat ke arah papinya. Ia melihat papinya memegang sebuah bungkusan kecil.

“ apaan itu, pi?” tanpa menunggu jawaban dari papinya mia mengambil bungkusan itu dari tangan papinya, lalu membukanya.

“ IIH...” mia melempar bunkusan itu.

Melihat raeksi mia papi tak dapat menahan tawanya

“makanya tanya-tanya dulu, sebelum kamu membukanya.”

“ emang itu apaan sih, pi?” ekspresi mia masih tampak jijik terhadap isi bungkusan yang berisi makhluk kecil seperti belatung berwarna merah dan beberapa ada yang menggeliat.

“itu sejenis cacing untuk makanan lou han. Kamu mau coba ngasih makan lou han?” papi menyodorkan bungkusan itu pada mia. Tanpa berfikir dua kali mia lantas kabur dari tempat itu. Sementara papi cekikikan melihat anak remajanya yang terkenal pemberani tapi begitu melihat makhluk kecil itu, ia langsung ngacir.

“ ternyata kamu masih lebih berani di banding mia” ujar papi pada ikan lou han nya, seakan-akan ikannya mengerti saja dengan ucapannya itu.

“KRIIING...KRIIING..” dering telepon memecah kesunyian.

“selamat pagi, kediaman presiden clinton di sini” ujar mia dengan asal. Tak ada suara yang menyahut, tampaknya orang yang menelphone merasa kebingungan.

“halo, siapa nih? Kok nggak nyaut-nyaut. Nggak pernah denger brithney ngomong di telepon, ya?” lagi-lagi mia cuma asbun( asal bunyi).

Tiba- tiba dari ruang sebelah terdengar papi berteriak

“mia ..! jangan begitu!!! Kalau itu rekan papi gimana?”

“tenang aja pih, paling dari penggemar mia.” Balas mia dengan santai.

“ini mia ya?” orang yang menelepon itu akhirnya bersuara juga, ternyata suara seorang pria dan tau namanya, mungkin temannya, tebak mia dalam hati.

“ bingo! Tapi ada perlu dengan siapa ya?

“dengan mia.”

“wah, kalau begitu anda berbicara pada orang yang tepat. Tapi rasanya minggu ini aku nggak ada janji dengan siapa-siapa. Kalau begitu ini siapa ya..”

“jean claude van dame” jawab orang itu membalas mia. Sadar dirinya balas di kerjain mia malah semakin menjadi-jadi.

“ ok, damn(berengsek). Ada perlu apa sih?”

“ Cuma mau kasih tau kamu, hari ini di klub ada pertemuan.”

“ di klub?” mendengar keterangan orang itu mia mengira kalau orang itu pasti temannya dari kicker’s club, tapi siapa?. Mia coba untuk mengingat teman co di kickers. Mmh... hampir semuanya cowok, tapi kalau yang sering nelpon paling rino, sandi, kiki, jojo, fay, dindin, doni, frans dan yaya. Wah..semua temen cowok dari kickers pernah nelpon dia kecuali.. val. Tapi ini suara siapa, ya? Mia coba mengenali suara itu namun tetap saja ia tak dapat mengenalinya. Padahal biasanya kalau temannya yang menelepon ia bisa menebaknya.

“ oke, jam berapa?”

“ jam 10.00 dan nggak boleh ada yang telat, kamu tau kan konsekuensinya kalau sampai terlambat.” Di klubnya memang memiliki tradisi kalau ada yang telat maka orang itu harus mentraktir semua teman klub. Padahal uang saku mia sudah sekarat mana mungkin ia mentraktir anak-anak di klub yang pada rakus itu. Mia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 9.30. untuk sampai ke sekolah dengan angkot butuh waktu 30 menit, padahal ia sendiri belum mandi.

“ itu artinya tinggal 30 menit lagi dong? Mana cukup, apa nggak bisa diundur?” orang itu tak menjawabnya, tentunya mia semakin uring-uringan.

“ tunggu sebentar ya” mia meletakkan telfon dan berlari ke ruang tengah

“ pih, mobil di pake nggak?” tanya mia dengan terengah-engah

“di pake sama mami, yang satu lagi ada di bengkel”

“apa?” mia sekarang benar-benar panik, ia pun kembali mengangkat telepon

“ gimana nih? Aku nggak mungkin sampe ke sekolah dam waktu 30 menit”

“ 25 menit” ralat orang yang mengaku jean claude van dame itu.

“ kalau begitu kamu siap-siap traktir temen-temen” ujar orang itu yang sama sekali nggak ngasih solusi buat mia

“ya.. kalau aku punya duit sih nggak masalah, tapi aku lagi cekak nih”

“kayanya kamu bener-bener sial ya.”

“aduh, tolongin aku dong. Gimana kalau kamu bilang aku lagi pergi?”

“aku nggak bisa bo’ong” jawab co itu dengan simpel

“tapi...” mia baru saja ingin meyakinkan orang itu namun sudah di potong

“kamu itu emang super ngerepotin. Oke, untuk sekali ini aku bakal jemput kamu, aku tunggu di depan rumah kamu dan ga pake lama. ” pria itu memutuskan telepon.

Dengan segera mia bersiap untuk pergi, ia menyambar handuk yang tergantung di depan pintu kamar mandi. Namun ketika ia hendak masuk kamar mandi tiba-tiba dari luar terdengar bunyi klakson mobil dan sudah dapat di tebak kalau itu mobil yang akan menjemputnya. Mia berlari keluar teras kamarnya dan melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya. Sebuah mobil sedan berwarna merah, sepertinya pernah ia lihat tapi...

“ aduh aku, gak punya waktu lagi nih” ujar mia sambil menggaruk kepalanya karena kebingungan. Ia lantas menyuruh mbok darmi menyilahkan orang tersebut untuk masuk.

“non mia” mbok darmi membuka pintu kamar mia dan masuk ke dalam. Mia yang saat itu tengah sibuk mencari kaosnya hanya menjawab tanpa memperhatukan mboknya itu.

“kenapa, mbok?”

“temennya non mia nggak mau masuk” mendengar laporan mboknya itu mia mengernyitkan keningnya.

“ya udah kalau nggak mau masuk” komentar mia dengan santai setelah rapi berpakaian mia pun turun.

“papi, mia pergi dulu,ya “ mia mencium pipi papinya.

“pih, mami kemana?” tanya mia yang sejak tadi pagi tidak melihat maminya itu

“sudah pergi dari pagi, katanya mau pergi reuni”

reuni? Ya, wajar saja usia mami memang tergolong masih muda. Hanya terpaut enam belas tahun darinya jadi masih suka kumpul-kumpul dan jalan bareng teman-temannya.

Mia menghampiri sedan merah itu tidak terlihat jelas sosok yang berada di dalamnya. Semakin ia mendekati mobil itu samar-samar semakin terlihat. TIDAK MUNGKIN!! sepertinya orang yang duduk di belakang setir itu adalah...... dokter divon. Tapi bagaimana mungkin dia bisa berada di sini atau jangan-jangan ia salah mobil. Mia celingak-celinguk melihat kesekitar rumahnya, tidak ada mobil lain yang terparkir.

“Hei, cepat masuk kita sudah telat!”teriak orang itu dari dalam mobil. Dengan ragu akhirnya mia membuka pintu mobil dan...

“VAL? Jadi kamu yang...., ku kira kamu itu..” mia benar-benar bingung harus berkata apa.

“ iya ini aku, kamu kira siapa lagi yang mau-maunya direpotin sama kamu” jawab val tanpa memandang mia. Tentu saja mia pun jadi gusar pada val padahal sebelumnya ia mengira val itu adalah divon, cintanya pada pandangan pertama.

Mobil itu melaju dengan cepat.awalnya suasana begitu hening sampai akhirnya val membuka pembicaraan.

“kamu wangi banget,mi. Aku sampe pusing nyiumnya”

“siapa suruh nyium?” jawab mia dengan ketus

“nggak ada yang nyuruh sih, tapi ...”

“ah.. jangan bawel deh. Mendingan kamu ngebut biar kita nggak telat”

“lho? Memang yang bikin telat itu siapa? Yang pasti sih, kalau sampai telat berarti kamu yang harus traktir.” Komentar val dengan entengnya. Mendengar kata-kata val mia jadi panik, bagaimana mungkin ia di suruh traktir, diakan lagi nggak punya uang.

“kok gitu? Kamu kan juga ikut telat” ujar mia mengelak

“iya, tapi aku telat karena harus jemput kamu, mana dandannya lama lagi. Eh, jangan-jangan kamu belum mandi, mi?” val langsung melihat ke arah mia. Wajah mia seketika memerah. Sejujurnya ia memang tidak sempat mandi, karena baru hendak mandi tiba-tiba val sudah menjemput.

“betul kan?, makanya kamu pakai parfum banyak banget buat kamuflase, kaan?? “ val masih saja menggoda mia

“lagian kamu jemputnya cepet banget kayaknya.... kamu udah siap jemput aku” timpal mia dengan tatapan menyelidik. Tapi val hanya terdiam, mengalihkan perhatiannya ke spion kanan. Dasar orang aneh!, ujar mia dalam hati.

Sosok val yang yang tengah mengemudi terlihat begitu dewasa sama seperti saat itu. Saat ia dan val berada di perpustakaan. Mia terus memandangi val namun tiba- tiba mobil berhenti mendadak dan kepala mia terbentur ke depan.

“ mia” val memegang bahu mia, mencoba memeriksa keadaan mia.

“kamu nggak apa-apa?” tanya val. Mia mengusap jidatnya yang terbentur.

“nggak apa-apa. Tapi ada apa?” tanya mia bingung

“aku nggak tau. Mobil depan tiba-tiba berhenti.” Val membuka safety beltnya.

“ kamu tunggu di dalem. Aku, mau liat keluar sebentar” val keluar dari mobil. Di luar terlihat beberapa orang dengan ekspresi kesal keluar dari mobilnya, mereka mengucapkan kata-kata yang tidak jelas terdengar oleh mia. Sepertinya ada kecelakaan. Val kembali ke dalam mobil.

“ada apa?” tanya mia cemas

“ada bis yang mogok di tengah jalan.” Jawab val dengan tenang.

“ooh” mia benar-benar lega karena dugaannya salah.

“mungkin kita akan terlambat”

“kenapa?”

“bisnya melintang ke tengah jadi harus tunggu mobil derek”

sekarang mia benar-benar pasrah, tampaknya ia memang harus menghabiskan sisa uang sakunya untuk mentraktir teman-temannya.

Mia dan val terjebak di dalam mobil karena mobil derek yang di tunggu tak kunjung datang. Sudah jam 10.05. mia melihat jam tangannya.

“mungkin baru 10 menit lagi mobil dereknya datang” ucap val.

Mia tak menanggapi ucapan itu. Melihat mia yang tetap terdiam val pun mengalihkan pembicaraan.

“mi, tadi kamu mengira aku siapa?”

“ ha?” mia tak menyangka val akan bertanya seperti itu. Mendengar pertanyaan val mia jadi bingung harus menjawab apa.

“tadi aku cuma kaget nggak nyangka kalo yang dateng itu kamu.”

Jawab mia sebisanya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

“tapi dari mana kamu tau rumah ku ? “

“ nggak ada yang nggak aku tau. Apa lagi kalo tentang orang yang eksentrik macem kamu.”

“apa kamu bilang?” mia menjatuhkan tinjunya ke bahu kiri val. Tapi rupanya ia kalah cepat karena tangan kekar val telah lebih dulu menangkis tangan mia.

“kalau kemampuan kamu Cuma segitu, jangan mimpi bisa kalahin aku”

“sombong!” mia menjadi kesal karenanya. Ia memalingkan muka kearah trotoar, dari pantulan kaca mobil ia melihat bayangan val tersenyum. Mia segera melihat ke arah val, tapi saat itu tak ada lagi senyum di wajah val. Merasa diperhatikan val pun tak bisa menahan rasa penasarannya

“kenapa ngeliatin terus?” mia tersentak, ia telah tertangkap basah.

“jangan gr, aku cuma..”

“nggak usah bohong, sebenarnya ini yang ku takutkan”

“maksud kamu apa?”

“aku nggak bisa bayangin kalau sampai ditaksir sama kamu”

“nggak usah kamu bayangin karena itu nggak akan terjadi”

“bagus!”

“huh.. menyebalkan. Kamu bilang begitu seakan-akan banyak cewe yang tergila-gila sama kamu”

“memang itu kenyataannya” jawab val dengan muka bangga

“aku rasa kamu cocok untuk wanita kutu buku dan para maniak”

“ga masalah daripada aku harus direpotin kamu”

“kAMmu.....” emosi mia sudah sampai di ubun-ubun. Ia membuka pintu mobil dan segera keluar namun val menarik tangannya, tangan kekar yang pernah menariknya keluar dari jurang sewaktu ia mengalami kecelakaan di gunung bromo.

“jangan keluar.” Entah mengapa kata-kata val itu seakan mampu menahan dirinya untuk tidak keluar. Mia mengurungkan niatnya untuk keluar.

“ tak ku sangka sudah hampir dua tahun aku temenan dengan orang yang sinis kaya kamu.” Ujar Mia sambil menatap val dengan marah.

“ kamu membenciku ya, val?” tanya mia

“ kamu jangan salah paham. Aku nggak pernah benci. Kamu memang aksentrik, dan ada saja ulahmu. Tapi kamu selalu bersemangat, kamu selalu membagi semangat dan kebahagiaanmu pada orang lain. Dan aku selalu ingin berada di dekatmu karena hanya kamu yang menganggapku sebagai diriku apa adanya.” Mia tak mampu mengalihkan perhatiannya dari val. Benarkah apa yang telah dikatakan val?.

“ sudahlah, aku minta maaf.” Val menatap mia dan kini mereka beradu pandang. Pandangan mia mengenai val mulai berubah. Val yang selama ini menyebalkan justru telah banyak membantunya bahkan pada hal yang kecil yang ia sendiri tak menyadarinya. saat ia tak bersemangat val sengaja memancingnya untuk marah agar ia bisa kembali bersemangat.

“seharusnya aku yang minta maaf, selalu membuatmu susah.” Ujar mia merasa bersalah telah berprasangka buruk pada val.

“sudah jangan saling meminta maaf lagi.” Val menggenggam tangan mia. Rasanya masih sama seperti genggaman tangannya saat ia menolongnya keluar dari jurang, memberikan rasa aman. Ini bukan val yang sehari-hari kulihat. Ada perasaan yang berbeda seperti biasanya. Tiba-tiba muka mia terasa hangat dan jantungnya berdetak tak menentu. Entah apa yang mendorong mereka karena dalam sekejap mereka telah berciuman.

“ astaga! Mia maaf aku..” mia hanya tetunduk, pikirannya tak menentu. Val pun merasa bingung dengan kejadian yang terjadi begitu saja. Val memukul stir dan beralih pada mia

“ mi, kalau kamu mau marah, marahlah. Pukul atau tampar saja aku.” Val menarik tangan mia kearah pipinya tapi ia benar-benar terkejut karena mia menarik tangannya dari genggaman val.

“sudahlah, itu bukan sepenuhnya salahmu.”

“tapi..” belum rampung val berbicara terdengar suara klakson dari belakang.

“ayo jalan, jangan sampai mereka menghampiri dan memaki kita.” Ujar mia sambil tersenyum pada val.

Mia berulang kali melirik ke arah jam tangannya. Sudah pukul setengah sebelas, secepat apapun mereka pasti akan telat. Terdengar dering handphone, mia mengeluarkan HP-nya namun rupanya val juga mengeluarkan HP miliknya.

“ lho? Ringtonenya sama ya?” ujar mia dengan bingung.

“HP SIAPA?” tanya mereka berbarengan.

“punyaku” ujar val pada akhirnya.

“ sms dari fay” ujar val sambil menyerahkan HP nya pada mia.

“tolong buka.” pinta val.

Begitu mia membaca sms itu, air mukanya langsung berubah

“ APA?” pekiknya perlahan

“ada apa?” tanya val yang masih fokus mengemudi.

“pertemuan hari ini di tunda, besok.” Jawab mia lemas.

“apa?” gantian val yang terkejut.

“fay nggak bisa dateng, dasar ketua edan!” Jelas mia masih dengan nada tak percaya.

Val memutar arah mobilnya.

“ lho, kenapa putar arah?” tanya mia

“buat apa kita ke sekolah.”

“trus kita mau kemana?’

“pulang”

suasana begitu hening. Mia tidak mau banyak protes, ia setuju untuk pulang lagi pula terlalu banyak peristiwa yang mengejutkan hari ini.

“kruyk..” suara tak terduga yang berasal dari perut mia memecah keheningan.

“ kamu lapar, ya?” tanya val sambil tertawa kecil.

“tadi nggak sempat sarapan.” Dalih mia.

“ooo..” mobil val berbelok di pertigaan.

“seharusnya kan lurus saja.”

“kita sarapan dulu. Aku juga kelaparan”

mobil merah itu terus melaju menuju jalan Tamrin.

Mobil itu berhenti di depan sebuah restoran.

“wah, apa nggak terlalu mewah untuk sarapan?” tanya mia

“nggak usah banyak komentar, kalo kamu nggak suka silahkan cari tempat makan lain.” Mendengar komentar dingin val mia hanya mencibirkan bibirnya.

“emang sifat dasar kamu itu nggak bisa berubah.” gumam mia sambil mengejar val yang telah jauh di depannya.

“kita mau duduk di mana?” walau sudah berkali dibilangin tetap saja mia cerewet namun val sudah bosan menanggapinya makanya ia hanya diam saja. Tapi dasar mia, ia tetap saja nyerocos.

“ aku heran, padahal tadi mereka pasti sudah sarapan tapi baru jam segini restoran udah penuh” ujar mia sewot. Val jadi ikut sewot mendengar ocehan mia terus menerus, ia menyodorkan jam tangannya ke hadapan mia. Jam 12 siang,

“ jadi, untuk sampai ke sini kita butuh satu jam?”

“kenapa nggak cari yang deket aja sih?” lanjut mia

“sudahlah, ayo cari tempat duduk.” Mereka melihat kesekeliling tapi belum terlihat tanda-tanda tempat kosong. Seorang waiters menghampiri mereka dan mengantar ke meja yang kosong.

“ terimakasih” ucap val dan mia. Mereka melihat menu yang tersedia di hadapan mereka. Namun ketika itu mia melihat sesuatu yang mengejutkannya.

Mia segera beranjak dari kursinya dan menghampiri sebuah meja yang letaknya tak jauh dari mejanya. Disana terdapat seorang pria dan seorang wanita yang sedang bersenda gurau dengan mesranya. Wanita yang tak lain adalah mami tirinya.

“kenapa mami bisa ada di sini?” tanya mia dengan muka marah. Wanita yang dipanggilnya mami terkejut mendengar sapaan yang tidak ramah itu. Mia mengulangi pertanyaannya.

“kenapa mami ada di sini? Bukannya mami sekarang ada reuni?”

“mia! Kenapa kamu bisa di sini?” wanita itu masih terkejut.

“lho, ternyata kamu mi?” pria yang berada di samping wanita itu ikut nimbrung dalam pembicaraan. Mia mengalikan perhatiannya pada sosok pria yang berada di samping maminya. Dan kali ini ia lebih terkejut lagi, bagaimana tidak pria itu tidak lain adalah seorang pria yang ia kagumi, divon.

Mia benar-benar bingung dengan kejadian itu.

“apa kabar mia?” tanya pria itu ramah sambil mengulurkan tangannya pada mia. Ia sekarang bertambah bingung harus bagaimana.

Pada saat itu val datang menghampiri mia.

“mi, kenapa kamu tiba-tiba pergi? Ada apa?” val melihat mia hanya terdiam terpaku. Ia melihat kedua orang yang berada di hadapan mia.

“ kakak?” ujar val, sekarang ia ikut bingung. Mendengar kata kakak dari bibir val, mia sangat terkejut. Ia melihat val dengan tatapan tak percaya. Ia merasa kepalanya berputar kencang. Mia segera berlari meninggalkan tempat itu.

“ mia!” wanita itu berteriak memanggil mia

“val,kejar dia! Sepertinyanya ia telah salah paham” pinta divon pada val. Tanpa membuang waktu val langsung menyusul mia.

“mia!” val menarik tangan mia tapi mia segera menepisnya.

“ada apa?” tanya val bingung.

“antar aku pulang” pinta mia lemah.

val dan mia menuju pelataran parkir yang tak jauh dari pintu keluar.

Seorang wanita keluar dengan terengah menghampiri mobil yang di naiki val dan mia.

“mia, kamu salah paham.” Wanita itu mengetuk kaca mobil di samping mia. Val melihat ke arah mia seakan bertanya haruskah ia membuka kaca mobil itu. Tapi mia sudah tak dapat berpikir dengan jernih. Terlalu banyak hal yang mengejutkan yang terjadi pada hari itu.

“ jalan!” ujar mia dengan tatapan yang hampa, perintah mia itu tak dapat di tolak oleh val. Ia menginjak gas dan pergi dari tempat itu. Banyak sekali yang ingin val tanyakan pada mia tapi ia melihat keadaan mia kurang baik untuk ditanyai, akhirnya ia memilih diam.

“jadi divon itu kakakmu?” tanya mia yang sejak tadi hanya terdiam

“iya!”

“kau sudah taukan, kalau divon itu dokter yang merawatku?”

“sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” divon merasa sangat bingung melihat keadaan mia dan mengapa mia sampai terguncang melihat divon bersama dengan seorang wanita.

“kenapa kamu ga pernah mengatakannya padaku? Padahal kamu kan sering menjengukku sewaktu di rumah sakit. dan kamu juga pernah melihat kami bersama, tapi kamu nggak mengatakannya. Kenapa?”

“ aku nggak ngerti apa pentingnya hal itu untukmu?”

“aku..........” suara mia seakan tersedak, val memang tidak bersalah. Dan ia juga tak tau pasti apa yang dilakukan divon bersama mami tirinya. Tapi yang pasti maminya telah berdusta dengan mengatakan reuni, padahal ia tengah bermesraan dengan divon.

Val menghentikan mobilnya.

“ ada apa?” tanya mia

“kau harus menjelaskan apa yang terjadi”

“ga ada urusannya sama kamu.”

“tapi mi..”

“ga ada urusannya sama kamu!!” Ulang mia dengan tegas.

“Ada !” balas val

“rupanya kamu nggak ngerti juga, ya? Aku cinta kamu sejak dulu dan aku selalu khawatir ngeliat keadaan kamu dengan tatapanmu yang kosong!” ucapan val saat itu membuat mia terkejut. Ia tak menyangka bila val akan mengatakan hal itu.

“maaf, tapi aku...”

“ga perlu kamu jawab. Aku nggak mengharap apapun terhadap perasaanku. Aku tau kamu sedang menyukai orang lain.”

“jadi kamu tau?”

“aku pernah pernah bilang sama ruri kalau aku ingin menyatakan perasaanku padamu. Tapi dia bilang, kamu menyukai orang lain. Siapa orang itu, mi?” mia sama sekali tak bersuara, tentu saja itu membuat val kecewa.

“ sudahlah, itu memang bukan urusanku” val menstarter mobilnya dan menginjak gas, sampai mia tiba-tiba bersuara.

“divon” ujar mia dengan datar.

val terkejut mendengar pernyataan itu. Ia melihat mia seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“benar, aku mencintai divon sejak pertama bertemu.”

mereka saling terdiam. Sulit bagi val menerima kalau mia menyukai kakaknya.

“aku tak percaya” ujar val kecewa.

“apanya?”

“aku tak percaya kalau ada cinta pandangan pertama.” Val mengeluarkan kekecewaannya itu. Namun mia sedikit pun tidak menanggapinya.

“aku yakin kamu hanya mengaguminya saja, iya kan mi?”

“nggak! Aku yakin dengan apa yang aku rasa”

“tapi kamu belum mengenalnya”

“memang apanya yang salah dari divon?”

“dia...” val berat sekali untuk membuka mulutnya, akhirnya ia hanya memilih untuk diam.

Mami menemui mia di kamarnya. Mia tak mau banyak bicara ia hanya mendengarkan penjelasan maminya.

“ seharusnya tadi kamu tak perlu pergi.” Ujar mami menenangkan anak tirinya itu. Mia tetap tak acuh, sampai............

“Jadi mami adalah tantenya divon?” tanya mia tak percaya.

“iya. Dan dulu divon memang paling dekat dengan mami”

“ jadi val itu sepupuku?”

“val? Tentu saja, mami nggak mungkin selingkuh. Mami sangat mencintai papi kamu dan..kamu tentunya.”ujarnya dengan lembut.

“padahal sudah hampir tiga tahun mami dan papi menikah tapi kenapa banyak sekali hal yang aku ngga tau?” kini mia baru menyadari kalau ia telah banyak menyia-nyiakan hari-hari sebelumnya hanya untuk memusuhi wanita yang sebenarnya baik.

“sudah waktunya makan malam. Kita turun yuk!” ajak mami sambil menarik tangan mia.

Mereka menuruni tangga bersama dan hilang sudah kebencian mia selama ini pada ibu tirinya itu. Dan satu hal lagi yang membuatnya bahagia yaitu kenyataan kalau ia dan divon ternyata juga masih bersaudara, dan... tentu saja dengan val juga. Mia menjadi khawatir kalau sikap val akan berubah terhadapnya karena kejadian kemarin. Tapi itu bukan salahnya kalau val sampai menyatakan perasaan di saat yang tidak tepat. Pikir mia membela diri sendiri.

“ lho? Ada apa ini? nggak biasanya kalian bisa akur” ujar papi yang telah terbiasa dengan pertengakaran mia. Yang dimaksud berpandangan dan tersenyum. Kini mia mengerti kalau semua pasti ada hikmahnya. Mungkin tuhan memberinya ibu tiri yang masih muda agar mereka bisa saling mengerti satu sama lain.

Mereka bertiga makan malam bersama dan mia pun menceritakan kejadian tadi siang pada papinya.

“ semua ini gara-gara papi bilang mami pergi reuni.” Protes mami pada papi. Tapi papi cepat-cepat membela diri

“apalagi kalau papi bilang mami pergi sama pria lain” ujar papi sambil cengar-cengir menggoda mia.

“lebih baik kalau papi bilang kalau mami pergi dengan sepupu mamikan!” ujar mia dongkol

“sudahlah, yang penting sekarang semua masalah sudah selesai.” Ujar mami melerai sebelum pecah perperangan.

“mih, gimana kalau besok kita undang divon makan malam? Sekalian permintaan maaf atas kejadian tadi siang” usul papi pada mami. Tapi mia mengira ia yang di ajak bicara.

“ apa? Mia yang mengundang divon makan malam di sini”

“papi nggak bicara dengan kamu kok” ledekan papi membuat mia malu.

“gimana kalau panggilannya di bedain. Soalnya kalau sama-sama di panggil mi nanti bisa ada kesalah pahaman lagi” usul mami.

“tapi siapa yang panggilannya mau diganti?” tanya papi sambil melirik mia. Mia merasa kalau yang di maksud papi adalah dirinya.

“gimana kalau kalian panggil bunda aja?” usul mami

“nggak setuju! Aneh rasanya kalau harus panggil bunda” protes mia yang di setujui oleh papi.

“gimana kalau mama?” usul papi dan semua pun setuju.

Mia membantu mam..a membereskan meja makan.

“mi.. eh mam, gimana kalau makan malam besok ngundang val juga”

“boleh. Biar nanti mama yang memberitahukan.”

“nggak usah ma biar nanti mia sendiri yang bilang sama val”


Ketika jam istirahat mia menghampiri meja val. Ia dan val memang belum bicara sepatah kata pun sejak kemarin.

“hai val!” sapa mia

“bisa kita ngomong berdua” pinta mia

“ngomong aja” ujar val datar.

“jangan disini” mia menarik tangan val keluar dari kelas. Kejadian itu menimbulkan keriuhan di kelas tapi tidak satu pun dari mereka berdua yang berusaha melepaskan pegangan itu.

Sesampainya di perputakaan mia berusaha mencari tempat untuk berbicara dengan val tapi semua tempat telah penuh.

“ di sana!” tunjuk val pada satu meja. Mereka menuju meja itu.

Tiba-tiba mia teringat sesuatu. Ya, itu adalah meja sewaktu mereka mengerjakan hukuman dari guru matematika yang killer dan entah itu mimpi atau sadar tapi ia merasa di cium val .

“kenapa?” tanya val yang melihat mia bengong.

“nggak, aku Cuma teringat sesuatu.”

“ingat waktu kita di hukum,ya?” tebak val

“jadi kamu juga ingat?”

“kejadian waktu itu nggak mungkin lupa.” ujar val seakan mengenang sesuatu yang membahagiakan.

“katanya ada yang mau kamu bicarakan?” tanya val seraya mengarahkan pada pokok permasalahan.

“aku mau minta maaf sama kamu soal kemarin” mia mengulurkan tangannya meminta maaf dan val pun membalas uluran itu.

“seharusnya aku yang minta maaf sama kamu” ujar val.

“oh iya, aku mau..,maksudku ortuku ngundang kamu makan malam di rumah. Kamu mau datang kan?” mia berujar dengan penuh semangat.

“aku? ” tanya val tak percaya.

“sama divon juga” jawab mia, itu membuat val kecewa.

“papi mengundang divon sebagai permintaan maaf. Dan aku mengundangmu selain ingin minta maaf juga sebagai awal kita sebagai saudara.”

“saudara?” tanya val terkejut.

“jadi kamu juga nggak tau?” tanya mia bangga

“mama tiriku adalah tantemu. Jadi kita masih saudara sepupu jauh.” Jelas mia

“memang siapa mama kamu?”

“sinta. Memang kamu nggak tau kalau tantemu itu nikah sama papiku?”

“ aku tau kalau tante sinta menikah dengan seorang yang telah memiliki anak tapi ga nyangka kalau anaknya itu adalah kamu” val terdiam dan mencoba mengingat sesuatu.

“rasanya aku nggak liat kamu di akad nikah maupun di resepsi pernikahan.” Lanjut val

“itu karena dulu aku menentang pernikahan mereka.”

Tak lama kemudian bel tanda jam istirahat usai pun berbunyi. Mereka berdua pun menuju kelas bersama. Ketika mereka melewati lorong sekolah hampir semua mata menatap mereka dengan heran. Yah, maklum saja karena biasanya mereka hanya bisa bertengkar tapi kali ini mereka berjalan bersama tanpa ada adu mulut sama sekali.


“ayo silahkan duduk” papi menyilahkan val dan divon duduk di ruang tamu. Mereka berdua pun mengikuti papi duduk di sofa biru yang mewah itu.

Sudah setengah jam mereka berbincang, mami pun ikut dalam perbincangan itu tapi masih ada seseorang yang belum juga terlihat sejak tadi. Yups MIA!.

“aduh aku harus pakai baju apa ya?” mia sibuk mengeluarkan baju-bajunya dan mencobanya lalu membukanya lagi. Dan sepertinya ia masih membutuhkan beberapa jam lagi untuk memilih baju yang pas untuknya.

“aku harus terlihat cantik di depan divon” tekadnya dalam hati. Tapi rupanya sudah ada yang tidak sabar yang terus saja mengetuk pintu kamarnya.

“iya, iya, sebentar”ujar mia geram mendengar ketukan pintu yang tak henti-hentinya. Ia menjepit rambutnya dengan jepit merah, sangat serasi dengan baju terusan yang berwarna sama.

“sabar sedikit kenapa...” mia terpana melihat sosok di hadapannya. Val yang saat itu menggunakan kemeja berwarna merah terlihat begitu tampan apalagi ditunjang dengan postur tubuhnya yang atletis ia terlihat gagah.

“astaga ! apa yang kupikirkan” ujar mia dalam hati.ia seakan terhipnotis oleh val padahal ia sudah sering melihatnya tapi tetap saja ia tertegun melihat val, atau mungkin karena selama ini ia kurang menyadari keberadaan val di dekatnya.

“kamu ditunggu di bawah” val terlihat gugup melihat mia.

“kenapa?” tanya mia yang melihat val mengelap keringat yang tidak ada.

“kenapa apa?” tanya val bingung. Mia terus memperhatikan tingkah val yang semakin aneh, kali ini val menggaruk hidungnya. Sadar kalau ia telah bersiakap aneh, akhirnya val mengangkat tangannya.

“oke..aku nggak ngapa-ngapain lagi. Sekarang ayo kita turun” val menarik tangan mia tapi lagi-lagi mia menatap val dengan aneh

“sorry” val melepas pegangannya dan berjalan di depan mia

ketika sedang menuruni tangga ia melihat divon di meja makan.

“ia tersenyum padaku!” jerit mia dalam hati ia sangat bahagia. Tapi kenapa mami dan papi juga ikut-ikutan tersenyum ke arah mereka, seakan ada hal yang lucu. Mia mengalihkan pandangan pada val yang berjalan di sampingnya. Seakan mengerti apa yang akan dikatakan mia val hanya mengangkat bahunya sebagai tanda kalau ia juga tak mengerti.

Val menarik kursi mempersilahkan mia duduk. Semua mata tertuju pada mereka dengan penuh selidik. Setelah makan dimulai pun mereka masih saja sesekali melirik kearah mia dan val.

“ada apa sih?” akhirnya mia tidak tahan juga dengan tatapan mereka.

“kamu cantik, mi” puji divon pada mia. Mendengar pujian itu mia merasa seakan terbang ke surga. Langsung saja pipi mia bersemu merah karenanya. Melihat gelagat mia, val merasa cemburu, ia pun berusaha mengalihkan perhatiannya pada makanan yang ada di hadapannya. Divon lalu mengalihkan perhatiannya pada val.

“kalian nampak serasi” ujar divon

“bukan begitu, om? Tante?” lanjut divon meminta persetujuan. Mendengar itu karuan saja mia kecewa ia pun hendak membela diri.

“a...” baru saja mia akan berbicara tapi val sudah memotongnya

“sudahlah, kak. Kita kan sedang makan.” Ujar val.

Seusai makan malam papi, mami,val dan mia sudah lebih dulu berkumpul di ruang keluarga sedangkan divon sedang berada di teras. Tiba-tiba mia beranjak dari tempat duduknya dan pergi menuju teras . Val terus memperhatikan mia sampai ia hilang dari pandangannya.

“waktu itu saya belum sempat mengucapkan terimakasih pada dokter” mia pun membuka pembicaraan sedapatnya.

“nggak perlu, itu memang sudah kewajiban seorang dokter. Oh ya, kamu tak perlu memanggilku dokter. Ini kan di luar jam kerja, rasanya aneh di dengar” divon mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan menyodorkannya pada mia

“maaf, saya nggak merokok” mia yang tidak menyukai rokok langsung mengernyitkan keningnya melihat divon yang dengan santainya menyalakan rokoknya dengan sebuah pematik antik. Sepertinya ia selalu menggunakan pematik itu.

“kenapa? Kamu heran melihat seorang dokter merokok?” tanya divon yang melihat mia memandanganya dengan heran. Mia yang merasa tertangkap basah hanya tetunduk malu.

“jangan heran. Terkadang seorang dokter pun tak mampu menjaga kesehatannya sendiri walaupun di depan seorang pasien ia mengatakan perlunya menjaga kesehatan” ujar divon sambil tersenyum. Ada sedikit kekecewaan di hati mia, tidak seperti divon yang ia banggakan dulu.

“apa kamu suka menjadi seorang dokter?” pertanyaan itu tercetus begitu saja dari mulut mia.

“entahlah. Sudah tak ada gunanya menanyakan hal itu, karena kenyataannya sekarang aku adalah seorang dokter dan ini adalah pekerjaanku”

divon menghembuskan asap rokoknya perlahan ke udara dan ada pula yang keluar dari hidungnya. Sepertinya ia sudah terbiasa merokok sejak lama. Mia sesekali menutup hidungnya, ia tidak terbiasa menghirup asap rokok seperti itu.

“ memang sebelumnya apa yang kamu ingin menjadi apa?” tanya mia ingin tau. Divon yang melihat mia terus bertanya, ia mematikan rokoknya lalu mendekat pada mia. Tercium jelas aroma tembakau dari mulut divon.

“ aku ingin menjadi seorang pianist” ujar divon perlahan, ia menarik kembali wajahnya. Tampak jelas kekecewaan dari wajahnya.

“tapi orang tuaku nggak setuju, menurut mereka menjadi pemusik itu tidak dapat memberikan masa depan yang baik”

“lalu kenapa kamu nggak pertahanin cita-citamu?”

“pernah. Tapi akhirnya aku sendiri yang memutuskan untuk keluar dari jalur musik setelah aku gagal masuk universitas musik. Aku memang payah tidak seperti val yang selalu mendapat apa yang ia inginkan.”

“kamu memang tidak sama seperti val. Karena val bukan orang yang mudah menyerah, dia nggak pernah mengeluh pada apa yang ia kerjakan. Tidak seharusnya kamu menyesali apa yang telah terjadi. Bukannya pianis dan dokter itu punya persamaan?” mia terdiam sesaat melihat pada divon tertarik pada kalimat terakhirnya maka ia pun melanjutkan pembicaraannya.

“ tidak ada artinya kamu menjadi seorang pianis kalau hanya bermain untuk dirimu sendiri, karena kepuasan seorang pianis adalah apabila dapat mempengaruhi jiwa orang yang mendengarnya, dan sebagai seorang dokter bukan hanya secara fisik saja yang ditangani tetapi juga mental si pasien seperti yang dulu kamu lakukan padaku.”

Divon tersenyum puas pada mia

“apa itu artinya aku udah jadi dokter yang baik?” tanya divon dengan tertawa kecil.

“ ya, kau dokter yang baik. Kau mampu menyentuh hati pasienmu tapi sayangnya kamu belum mampu menyentuh perasaanmu sendiri”

divon menghembuskan nafas panjang seakan membuang semua ganjalan yang selama ini terus ia pendam.

“kau memang hebat,mi! Tak salah kalau val sangat mencintaimu”

mia terkejut rupanya divon tau kalau val menyukainya. Mbok darmi datang menghampiri mia

“ non, kata tuan, non mia dan den divon di suruh masuk” ujar mbok darmi dengan santun

“makasih mbok!” ujar mia pada mbok darmi yang kemudian masuk kembali ke dalam.

“ayo kita masuk!” ajak divon yang telah lebih dulu bangkit dari kursinya.

“tunggu! Ada yang ingin aku tanyakan” mia mencoba menahan divon. dan divon pun menahan langkahnya dan berhenti di hadapan mia.

“apa waktu itu, maksudku waktu kau merawatku apa kau sudah tau kalau kita itu saudara?”

“awalnya aku tak tau, tapi tanpa sengaja aku bertemu tante santi yang juga mamimu di rumah sakit, aku tak menyangka kalau kau anak tirinya. Memang setelah aku cek arsipmu ternyata nama ayahmu itu sama dengan nama suami tante santi”

“lalu bagaimana kau tau kalau val menyukaiku?” mendengar pertanyaan itu divon tersenyum menggoda mia. Namun akhirnya ia pun menjawab pertanyaan mia

“ tidak sulit untuk menebak val, karena ia adalah orang yang kaku terhadap wanita jadi bila ia sampai memberikan perhatiannya pada seorang wanita pasti wanita itu sangat istimewa untuknya” divon melihat mia yang tampak masih ingin tau lebih banyak lagi.

“apa masih ada yang ingin kamu ketahui?” dangan cepat mia menganggukan kepalanya.

“apakah val pernah mengatakan sesuatu tentangku?” tanya mia malu-malu pada divon

“apa kamu benar-benar ingin tau?” lagi-lagi divon menggodanya

“iya, tolong kasih tau aku, von”

“hei, ini pertama kalinya kau menyebut namaku. Baiklah karena aku sangat bahagia maka akan aku beritau. Val pernah berkata padaku kalau ia selalu di buat repot oleh seorang gadis yang sok kuat padahal sebenarnya ia lemah” divon menghentikan kalimatnya dan melihat reaksi mia. Terlihat mia kesal mendengarnya.

“lalu apa lagi yang di katakannya?” tanya mia dengan ketus

“anehnya ia selalu saja ingin membantu gadis itu dan ingin selalu menjaganya. Itulah yang dikatakan val padaku” kali ini ekspresi mia berubah menjadi begitu gembira dan mukanya memerah.

“apa masih ada lagi?” tanpa menjawab pertanyaan divon, mia langsung masuk ke dalam dan duduk di samping val. Tentu saja val terkejut. Melihat mia yang begitu bahagia hati val bertanya-tanya.

“kamu kenapa,mi?”tanya val

“rahasia” jawab mia sambil tersenyum dan berpandangan pada divon yang membalas senyuman mia.senyuman yang penuh arti.

“sudah malam, lebih baik kita pulang val” ajakan divon itu semakin membuat val curiga, pasti terjadi sesuatu di luar tadi.

Setelah mereka berpamitan, mia mengantar sampai mereka masuk mobil. Val duduk di belakang setir.

“hati-hati ya, val” ujar mia pada val lalu mengalihkan pada divon

“dah, divon!”

“kamu kenapa sih?” tanya val dengan penasaran

“mau tau? Telepon aku setelah sampai” mia pun kembali masuk dalam rumah

sudah pukul 9.30 malam tapi val belum juga meneleponnya. Apa val tidak ingin tau apa ya? Atau divon sudah memberitahu val. Mia benar-benar tidak sabar menunggu telepon dari val. Di dalam kamarnya ia terus saja memandangi telepon berharap lekas berdering. Mata mia suda terasa berat tanpa sadar ia pun tertidur. Tapi tiba-tiba dering telepon yang nyaring menghentakkannya.

“halo, siapa nih?” tanya mia dengan suara yang serak dan mata setengah terpejam.

“ini val, kamu sudah tidur, ya?” mendengar nama val mia pun langsung terbangun

“ kamu lama banget sih” keluh mia pada val

“jadi, kamu nunggu telepon dariku, ya?” tanya val

“jangan gr deh, trus mau ngapain kamu nelepon aku?”

“ah, kamu pake basa-basi. Kamu kan yang suruh aku telepon kamu”

mia terdiam, ia berusaha mengumpulkan segenap tenaga dan keberanian untuk bicara.

“kamu benar, val?” ujar mia pelan

“tentang apa” tanya val bingung

“nggak ada cinta pandangan pertama. Ternyata cinta itu memang butuh proses. Dari situ aku jadi sadar apakah perasaanku pada divon itu adalah cinta atau bukan” jelas mia pada val

“jadi hanya untuk itu kamu menyuruhku meneleponmu?” tanya val dingin lalu ia kembali bertanya

“lalu apa keputusanmu?” walaupun terlihat tak perduli tapi ternyata val ingin tau juga apa keputusan mia.

“aku nggak mencintainya, val. Walaupun baru tadi aku berbincang dengannya tapi sekarang aku mengerti kalau yang ku cintai bukan dia” mia terdiam begitu pula dengan val.

“orang yang sesungguhnya aku cintai adalah orang yang dapat memahamiku begitupula sebaliknya” lanjut mia

“mi, apa aku bisa mengetahui siapa orang itu”

“iya, karena orang itu... kamu. Val apa aku masih punya kesempatan?”

“mi, sebelumnya kamu kan udah nolak aku”

“benar, tapi waktu itu kan.....”

“jadi, untuk ke dua kalinya aku ingin mengatakan kalau aku mencintaimu. Apa kamu bersedia jadi pacarku?” mendengar pernyataan val tiba-tiba tubuh mia terasa lemas. Gagang telepon yang ia pegang terlepas dari tangannya. Ya Tuhan,,jadi ini yang namanya jatuh cinta,batin mia, ia memegang wajahnya yang terasa hangat.

“mi, mia!” suara val terus memanggil. Dengan segera mia pun kembali mengambil gagang telepon.

“ten tu saja val” suara mia terdengar gemetar.

“benarkah, mi? Terimakasih sungguh aku nggak nyangka hal ini. Tadinya kukira begitu kamu balik dari teras bersama divon kalian udah jadian”

“kenapa kamu beranggapan gitu?”

“abis kalian keliatan seneng. Dan ketika di mobil divon sempat bilang, mia itu memang gadis yang hebat, begitu katanya. Makanya aku curiga, tapi sekarang aku lega” mereka terdiam sejenak

“mm, sampai ketemu besok di sekolah!” ujar val

“eit, tunggu dulu. Besok kamu harus jemput aku, ya”

“kenapa aku harus jemput kamu? Aku kan pacarmu bukan supirmu”

“kamu......” geram mia.

“ha... ha....ha....” val tertawa lepas karena lagi-lagi ia berhasil membuat mia marah

“baiklah besok aku akan jemput kamu. Tapi aku nggak mau tunggu kamu lama-lama. Sudah, ya” val pun mengakhiri pembicaraan tapi mia masih menahannya

“apa kamu nggak mau mengucapkan sesuatu?” mia berharap val akan mengucapkan sesuatu sebelum menutup teleponnya.

“mengucapkan apa? Selamat malam?”tanya val bingung

“ah, sudahlah. Sampai jumpa besok val” ujar mia kecewa

“Selamat tidur sayang” ucap val dengan lembut

“tuuut...tuut...” val menutup telepon. Mia seakan masih tak percaya dengan kata-kata terakhir yang diucapkan val.


“non mia sudah di tunggu di bawah” ujar mbok darmi sambil membantu mia mengikat rambutnya.

“makasih ya, mbok” dengan segera mia pun menghambur keluar kamar. Ia dengan cepat menuruni tangga lalu melihat pada jam tangannya. Ajaib! Masih jam setengah tujuh, ini pertama kalinya ia berangkat sekolah lebih pagi.

Di luar ia melihat papi dan maminya.

“mia pergi ya! Dah papi, dah mama” mia melambaikan tangannya dan lekas keluar tanpa sempat memperhatikan reaksi ortunya yang takjub melihat anaknya dapat pergi sepagi itu.

Di luar sebuah motor Tiger terparkir.

“hai val!” sapa mia pada val sambil memakai helm yang disodorkan val padanya.

“lama banget sih! Kalau tau begini aku nggak mau jemput kamu lagi” omel val kepada mia

“enak aja! Ini rekor tercepat selama aku masuk sekolah, tau!” ujar mia membela diri sementara val hanya menggelengkan kepala

“dasar keras kepala!” gumam val perlahan. Ia melirik ke arah mia tampaknya cewek itu tidak mendengarnya.

“pegangan, ya!”perintah val kepada mia

“apa? Aku harus pegangan sama kamu? gak sudi!” ujar mia enggan ia justru melipat tangannya di depan. Tanpa banyak berbicara lagi val menggas motornya dan meluncur dengan cepat. Tentu saja mia terkejut dan ia pun langsung melingkarkan tangannya ke pinggang val dengan erat.

Val terus melaju dengan cepat dan mia pun semakin erat berpegangan pada val, ia merasa ketakutan. Karena ia tak terbiasa bermotor dengan secepat itu.

“kamu takut, ya?” tanya val sambil mengurangi kecepatan motornya

“aku? Nggak” bantah mia. Namun ketika val menambah lagi kecepatannya tiba-tiba mia langsung berpegangan erat sekali pada val. di balik helmnya val tersenyum karena menyadari ketakutan mia. Akhirnya ia pun mengurangi kecepatan motornya.

“lho, kenapa jadi pelan?”tanya mia bingung.

“gapapa, kita kan sedang nggak buru-buru. Sebentar lagi kita juga sampai” ucap val beralasan.


Val menghentikan motornya di pelataran parkir. Tapi mia tak turun juga dari motor.

“ayo turun” ajak val tapi mia tetap tidak turun

“rasanya aku ngambang,val!” ujar mia sambil memegang kepalanya yang terasa berputar-putar. Melihat keadaan mia val pun mengulurkan tangannya membantu mia turun. Rupanya keadaan mia belum stabil, hampir saja ia terjatuh akhirnya val memapah mia berjalan.

val merangkulkan tangannya pada mia agar ia dapat berjalan dan hal itu membuat orang memandang mereka dengan tatapan aneh. Bahkan beberapa dari siswa yang ada disana meneriaki mereka dengan kata-kata yang menggoda. Maklum saja kerena kejadian seperti itu sangat langka pasalnya val dan mia terkenal tidak pernah akur, makanya melihat mereka berangkat bersama apalagi sampai berjalan berangkulan tentunya menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka.

“kenapa kamu nggak bilang, kalau kamu mabok naik motor” tanya val dengan berbisik.

“aku nggak nyangka kalau kamu naik motornya ngebut banget” jelas mia kepada val.

Di depan kelas ruri menunggu mia dengan muka heran

“kenapa kamu?” tanya ruri pada mia

“ dia mabok naik motor” jawab val asal yang mewakili mia

“apa? Naik motor? Sama kamu?” ruri benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Pelajaran sudah akan dimulai. Mia buku matematikanya sementara ruri yang sejak tadi terus mengamati mia akhirnya memutuskan untuk bertanya

“kamu dan val sudah berdamai, ya?” tanya setengah berbisik

“lebih dari berdamai!” kata-kata mia memancing rasa keingintahuan ruri.

“maksudmu?” tanyanya kemudian

“kita udah jadian” ujar mia dengan santai

“APA?” tanpa sengaja ruri berteriak. Tiba-tiba seluruh kelas menengok ke arah mereka. Untung guru matematik itu tidak marah.

“lalu gimana sama divon?”

“dia itu ternyata saudara dari mami tiriku dan val adalah adik dari divon. Tadi malam kami makan malam bersama dan sehabis itu aku jadi sadar kalau yang kucintai itu adalah val” mia menjelaskan dengan panjang lebar.

“ha?” tampaknya ruri di buat bingung oleh penjelasan itu.

“ceritain lagi” pinta ruri

“jangan sekarang! Emang kamu nggak liat kalo tu’ guru udah mulai pasang kuda-kuda” ujar mia sambil menahan tawanya. Ruri yang berniat bertanya lagi mengurungkannya karena guru killer itu memang tengah memperhatikan dirinya.

Pelajaran matematika terasa membosankan bagi mia, rumus-rumus yang terbeber di papan tulis membuat kepalanya pusing. Ia meletakkan pulpennya dan mengalihkan perhatiannya pada val. cowok itu sangat serius memperhatikan pelajaran sedikitpun pandangannya tak bergemingdari papan tulis. Berbeda dengan mia, val memang tergolong murid teladan. Tapi kenapa val sedikit pun tak menoleh padaku?, batin mia.

Ruri menyikut mia sebagai peringatan adanya marabahaya. Mia pun kembali memperhatikan pelajaran. Namun itu tak bertahan lama karena lagi-lagi ia ingin menoleh pada val. tanpa terduga, saat itu val pun sedang melihat kepadanya. Mia melempar senyuman pada val tapi senyuman itu justru di balas cibiran oleh val. Tentu saja itu membuat mia sewot setengah mati. Mia lantas membalas val dengan kepalan tangannya.

Melihat mia yang muali terpancing, val tertawa cekikikan. Tanpa disadari sebuah sepidol melayang ke arah val. beruntung karena lemparan itu meleset justru mengenai orang yang di belakang val.

“aduh!” teriak anak itu sambil memegang kepalanya.

“saya salah apa, bu?” tanya anak itu dengan nada ketakutan.

“bukan kamu! Tapi kamu!” ujar guru itu sambil menunjuk muka val

“sa.... saya, bu?” tanya val bingung

“iya! Dari tadi ibu lihat kau tidak memperhatikan pelajaran. Mukamu selalu melihat kesamping” ujar guru itu masih dengan logat bataknya, lalu memperhatikan tempat yang selalu di lihat val sejak tadi. Tiba-tiba pandangannya berhenti tepat di mia.

“ a..ada apa, bu?” tanya mia terkejut. Ia tak menyangka kalau ia juga menjadi tersangka.

“rupanya gara-gara kau, mi.” Tuduh guru itu.

“lho, kenapa saya jadi kecipratan juga?” guru itu tak menanggapi pembelaan mia seakan tuduhan itu sudah harga mati.

“ibu maklum kalau mia yang membuat masalah, tapi kalau kamu?” guru itu berkata dengan lembut pada val. Ia lalu kembali menasehati val

“sebaiknya kau jangan bergaul dengan pembuat onar seperti mia, ini sudah kedua kalinya kau ikut-ikutan membuat masalah” guru itu berbicara sambil melirik mia untuk menyindirnya.

“lebih baik kalau kau bergaul dengan hani, dia pintar, cantik dan yang jelas tidak suka membuat onar.” Mendengar ucapan guru itu yang memojokkan dirinya maka mia pun ingin membela dirinya. Tapi belum sempat mia berbicara, val telah lebih dulu berbicara.

“wah, ibu telat. Saya bahkan udah jadian dengan mia, bu.” Val berkata dengan bangga. Guru itu membelalakkan mata mendengar ucapan val itu, bahkan kelas pun jadi riuh karenanya.

“diam! Diam!” setelah guru itu berhasi menenangkan suasana kelas ia pun mulai menasehati val lagi.

“aduh val......bla... bla...” guru itu terus saja mengoceh

mia yang melihat ekspresi val ketika diceramahi tak dapat menahan diri untuk tidak mengganggu val. tepat ketika val melihat ke arahnya, mia mengacungkan jempolnya pada val. Merasa di ejek val membalas mencibir pada mia.

“val! kau ngeledek ibu?” tanya guru itu dengan garang

“bukan, bu!” sanggah val dengan cepat

merasa janggal guru itu membalikkan badannya. Mia yang tengah menjulurkan lidahnya tak dapat mengelak. Ia benar-benar tertangkap basah.

“KALIAN BERDUA BENAR-BENAR KETERLALUAN!”kini intonasi guru itu sudah meninggi sebagai tanda ia sudah benar-benar marah.

“sekarang juga kalian keluar dari kelas. Ibu tidak mengizinkan kalian mengikuti pelajaran ibu, sampai orang tua kalian menghadap ibu. MENGERTI?”

“mengerti, bu!” jawab val dan mia berbarengan.

“cepat keluar!”guru itu menatap mereka dengan tajam.

Tanpa menunggu lebih lama mereka pun keluar dari kelas.

“payah!” gumam mia setelah keluar dari kelas

“kenapa?” tanya val tak mengerti melihat mia yang biasanya selalu santai bila dihukum

“aku nggak ngerti, kenapa sih guru itu selalu saja sensi kalau ngeliatku” wajah mia benar-benar memperlihatkan kekecewaannya. Val sangat mengerti perasaan mia, ia pun mengelus kepala mia untuk memberinya dukungan.

“hampir saja aku melabrak guru itu sewaktu ia membanding-bandingkan aku dengan hani.” Ujar mia sambil memandang val dengan perasaan malu.

“aku tau kalau kamu akan melakukan itu”

“apa aku ini emang pembuat onar?”

“kamu hanya terlalu jujur dalam mengungkapkan apa yang kamu rasa.”

“apa itu buruk?”

“nggak asal kamu bisa menempatkannya pada situasi yang tepat” val melihat wajah mia yang terus murung,.

“Kita ke perpus, yuk!” val menarik tangan mia dan mengajaknya menuju perpustakaan yang tak jauh dari tempat mereka.

Perpustakaan sangat sepi, hanya terlihat beberapa siswa saja dan pegawai perpustakaan tentunya. Sekarang masih jam pelajaran maka banyak siswa yang berada di dalam kelas sedangkan yang terlambat harus menunggu sampai jam berikutnya untuk masuk kelas. Dan perpustakaan adalah tempat bagi mereka yang terlambat dan... yang dihukum seperti kami.

“mau duduk dimana?” tanya mia pada val

“ini perpustakaan bukannya restoran.” Sindir val

“ye, nggak usah di bilang juga udah tau!”cetus mia sambil berlalu meninggalkan val.

“hei, tunggu dong!” val berusa menyusul langkah mia.

Namun belum beberapa langkah ia terhenti dan berbalik pada val. Ia merasa teringat sesuatu, sepertinya waktu itu mereka juga pernah berkata seperti itu.

“kenapa nyesel udah ninggalin aku?” tanya val dengan senyuman nakal. Mendengar perkataan val, mia menatap val dengan tatapan yang mengejek.

“duduk sini aja, mi!” val menempati sebuah bangku kosong dan diikuti mia yang duduk di sampingnya.

“tunggu sini ya” val meninggalkan mia sendiri. Tak beberapa lama val kembali dengan membawa setumpuk buku.

“buat apa, sih?” tanya mia heran

“ya untuk di baca. Kamu mau baca?” val menyodorkan sebuah novel yang tebalnya minta ampun. Mendengar tawaran val mia hanya menggelengkan kepala. Ia tidak pernah menyukai novel yang tebal seperti itu, selain karena berat juga membuat mata menjadi cepat lelah. Itulah pendapat mia mengenai novel.

“val, aku mau cerita sesuatu. Tapi kamu jangan tertawa, ya!” ujar mia setelah beberapa saat.

“iya. Tapi nggak janji”

“yah, itu sih sama aja bo’ong. Kalau gitu aku nggak mau cerita”

“terserah” ujar val sambil meneruskan bacaannya yang tertunda. Tapi mia merebutnya kembali.

“nggak pa’ pa’ deh.” Mia terdiam sesaat lalu mulai bercerita

“kamu masih ingatkan waktu kita di hukum, di perpustakaan ini” pertanyaan mia itu di jawab val dengan anggukan kepala. Mia melihat sekitarnya berusaha menemukan sesuatu.

“astaga! Waktu itu kita juga duduk di tempat ini, ya?”

“kukira kamu sudah menyadari sejak tadi” val menggelengkan kepalanya melihat tingkah mia.

“lalu apa ceritanya?” tanya val tidak sabaran.

“ng.. waktu itu kan aku sempat tertidur di sini lalu aku merasa bermimpi kalau kamu menciumku” mia langsung terdiam dan menunggu val mentertawainya. Tapi val juga sama terdiamnya dengan mia.

“kamu nggak ngetawain aku?” tanya mia takjub

“kenapa kamu bilang merasa?” tanya val tanpa menjawab pertanyaan mia.

“soalnya yang aku ingat aku memang sedang bermimpi. Tapi setelah aku bangun aku seperti masih merasakan ciuman itu” lagi-lagi mia melihat reaksi val yang terdiam. Tiba-tiba val mengatakan sesuatu yang mengejutkan mia.

“itu bukan mimpi. Aku memang menciummu” ujar val dengan hati-hati karena takut membuat mia marah. Tapi terlambat karena mia memang sangat marah, ia melayangkan tinjunya pada val. sedikitpun val tidak berusaha mengelak dari pukulan itu.

“aku nggak nyangka kalau kamu tega melakukan hal di luar kesadaranku” ujar mia dengan emosi.

“tapi mi, itu juga di luar kesadaran ku, dan sumpah aku nggak bermaksud......” belum selesai val bicara tibat-tiba mia mencium pipinya.

“karena itu, aku bales kamu!”ujar mia tersenyum.

Val yang masih terkejut, akhirnya merasa lega karena mia tidak benar-benar marah padanya.

“tapi mi, waktu itu bukan di pipi. Jadi balesnya jangan di pipi donk” goda val pada mia.

Mendengar itu, mia langsung mencubit pipi val.

“dasar nakal!”ujar mia sambil tertawa.

Satu senyuman val pun terkembang, semua terjadi begitu cepat dan semoga ga cepat berakhir, harap val sambil menatap mia.

“aku sayang kamu,mi!” ujarnya sambil mengusap kepala mia.

---------end------------